FIQIH MAWARIS, JINAYAH, DAN SYIYASAH
Makalah
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Fiqih
Dorrotun Nafisah, M.S.I.
Oleh
Fadhilah Hasan 092335046
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PURWOKERTO
2010
Rabu, 1 desember 2010
FIQIH MAWARIS
A. Pengertian Mawaris
Secara terminologi mawaris berarti berpindahnya suatu barang kepada orang lain. Selanjutnya secara etimologi mawaris adalah berpindahnya hak hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta, tanah, atau apa saja yang legal menurut syara’ (Ali muhammad ash-shabuni, 33).
Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pustaka bagi ahli waris menurut hukum islam.
Mawaris merupakan harta yang diwariskan. Dari segi istilah mawaris merupakan ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Sumber hukum ilmu Mawaris adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Adapun sumber hukum yang terdapat dalam Alqur’an diantaranya Surat An-Nisa ayat 7 yang berbunyi, Artinya : “ Bagi laki-laki ada hak bagian harta yang ditinggalkan oleh Ibu Bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”( QS.An-Nisa’:7).
Sealanjutnya menurut Hadist HR. Jamaah; Artinya : “ Orang Muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan orang kafir, dan sebaliknya orang kafir tidak mendapat warisan harta orang muslim.”( HR.Jamaah ).
Mempelajari Ilmu Mawaris Fardhu Kifayah. Kita umat islam wajib mengetahui ketentuan yang diterapkan Allah dalam pembagian harta warisan.
Nabi bersabda yang artinya, “Bagilah harta pustaka (Warisan) di antara ahli-ahli waris menurut kitabullah”. (HR. Muslim dan Abu daud).
Nabi bersabda yang artinya, “Bagilah harta pustaka (Warisan) di antara ahli-ahli waris menurut kitabullah”. (HR. Muslim dan Abu daud).
1. Sebab Waris Mewaris
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan. Menurut syariat islam sebagai sebab seseorang akan mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia adalah sebagai berikut:
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan. Menurut syariat islam sebagai sebab seseorang akan mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia adalah sebagai berikut:
a. Pertalian darah atau nasab (Nasab Haqiqi)
Yaitu bahwa orang dapat mewarisi adalah orang yang ada hubungan darah dengan si mayit.
Yaitu bahwa orang dapat mewarisi adalah orang yang ada hubungan darah dengan si mayit.
b. Perkawinan yang sah (persemendaan)
Perkawinan dilakukan secara sah menurut agama, menyebabkan istri atau suami saling mewarisi.
Perkawinan dilakukan secara sah menurut agama, menyebabkan istri atau suami saling mewarisi.
c. Pemerdekaan atau wala (nasab hukmi)
Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya meskipun diantara mereka tidak ada hubungan darah.
Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya meskipun diantara mereka tidak ada hubungan darah.
2. Halangan Waris mewarisi
a. membunuh
seseorang yang membunuh ahli warisnya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hokum, maka gugur haknya mendapatkan harta waris
seseorang yang membunuh ahli warisnya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hokum, maka gugur haknya mendapatkan harta waris
b. murtad
orang yang keluar dari agama islam kehilangan hak warsi mewarisi.
orang yang keluar dari agama islam kehilangan hak warsi mewarisi.
c. kafir
orang yang memeluk agama selain agama islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang islam.
orang yang memeluk agama selain agama islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang islam.
d. berstatus hamba sahaya
jika seseorang budak meninggal dunia ia tidak dapat diwarisi oleh orang tua atau ahli warisnya karena ia milik tuannya maupun sebaiknya.
jika seseorang budak meninggal dunia ia tidak dapat diwarisi oleh orang tua atau ahli warisnya karena ia milik tuannya maupun sebaiknya.
e. sama-sama meninggal dunia
3. Klasifikasi ahli waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan.
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan.
Ditinjau dari sebab seseorang menjadi ahli waris ada 2 klasifikasi antara lain sebagai berikut:
a. Ahli Waris sabbiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
Kamis, 2 desember 2010
b. Ahli waris Nasabiyah
Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia.
Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia.
Waris nasabiyah dibagi 3 kelompok:
1) Ushulul Mayyit
Bapak,Ibu,Nenek,dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas).
2) Al-Furu’ul Mayyit
Anak, cucu, dan seterusnya sampai kebawah (garis keturunan kebawah).
3) Al-Hawasyis
Saudara paman, bibi serta anak-anak mereka ( garsi keturunan kesamping).
4. Furudhul Al-Muqaddarah
a. Ahli waris yang mendapatkan ½
1) anak perempuan tunggal
2) cucu perempuan dari anak laki-laki selama tidak ada anak laki-laki
3) saudara perempuan kandung tunggal
4) saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan kandung tidak ada.
5) Suami jika istri yang meninggal itu tidak punya anak atau cucu dari anak laki-laki
b. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4
1) suami jika istri yang meninggal mempunyai nak atau cucu dari anak laki-laki
2) istri jika suami yang meninggal dan tidak mempunyai anak
c. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3
1) 2 orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-lak
2) 2 orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
3) 2 orang saudara perempuan kandung atau lebih
4) 2 orang perempuan seayah atau lebih
d. Ahli waris yang mendapat 1/3
1) ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak cucu maupun saudara
2) 2 orang saudara atau lebih seibu
Jumat, 3 desember 2010
FIQIH SYIYASAH
A. Pengertian syiyasah
Adapun kata As-Siyasah berasal dari kata سا س يسوس سياسة (mengatur atau memimpin), Siyasah bisa juga berarti pemerintahan dan politik atau membuat kebijaksanaan. Al-Maqrizi menyatakan, arti kata سياسة adalah policy (of government, corporation, etc), kata سا س adalah to govern, to lead.
Secara terminologi (istilah) dalam Lisan Al-A'rab, Siyasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam Al-Munjid, Siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan.
Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikannya sebagai "undang-undang yang diletakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan" dan dikemukakan oleh Bahantsi Ahmad Fathi siyasah sebagai "pengurasan kepentingan-kepentingan (mashalih) umat manusia sesuai dengan syara".
Definisi lain ialah Ibn Qayim dalam Ibnu Aqil menyatakan
"Siyasah adalah suatu perbuatan yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan walaupun Rasul tidak menetapkanya dan Allah tidak mewahyukannya".
Prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung persamaan. Siyasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing mereka kepada kemaslahatan dan menjauhkanya dari kemudaratan.
1. Fiqh siyasah terbagi pada tiga bagian pokok
a. Pertama, Siyasah Dusturiyah (peraturan perundang-undangan) meliputi pengkajian hukum (tasyrifiyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (qadhaiyah) oleh lembaga yudikatif dan administrasi pemerintah (idariyah) oleh lembaga eksekutif.
b. Kedua, Siyasah Al-Kharijiyah (politik luar negeri) meliputi hukum perdata internasional (asy syiasah al-duali al-khash) dan hubungan internasional negara (asy syiasah al-duali al-'am). Hukum perdata meliputi jual beli, perjanjian, perikatan dan utang piutang serta hubungan internasional meliputi kebijakan damai dan perang serta duta dan konsul.
c. Ketiga, Siyasah Maliyah (ekonomi / moneter) ternasuk dalma siyasah maliyah ialah sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan internasional, kepentingan / hak publik, pajak dan perbankan.
2. Manfaat Pembahasan Fiqh Siyasah
a. Mengusahakan atas segala kebutuhan masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat.
b. Mampu hidup sesuai kehendak syariah, meskipun tanpa undang-undang buatan manusia.
c. Mempertahankan identitas dan tidak mengorbankannya karena alasan situasi dan kondisi.
d. Orientasi masa lalu untuk masa kini dan akan datang.
e. Memudahkan dan menghindari bingung dalam mentarjih pendapat.
f. Membantu memahami hadis yang bersifat global dan universal.
Sabtu, 4 desember 2010
3. Prinsip-prinsip Negara dalam islam (Hasan Shaleh H. E)
a. Prinsip kekuasaan amanah
b. Prinsip keadilan
c. Prinsip tegaknya amanah “amar makruf nahi munkar”
d. Prinsip terwujudnya kesejahteraan dan keamanan
e. Prinsip kepemimpinan yang tepat
f. Prinsip kepatuhan kepada pemimpin
FIQIH JINAYAH
A. Pengertian
adalah pengetahuan tentang hukum syara' yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya. Fiqh jinayah memiliki dua objek, yaitu tindak pidana dan hukumannya.
Klasifikasi jinayah terlihad dari sanksi yang dapat dikenakan terhadap jinayah adalah
1. Dalam perngertian luas jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara dan dapat mengakibatkan hukuman had, atau ta’zir.
2. Dalam pengertian sempit jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’zir (Djazuli, 1997: 2).
Adapun pembagian Jarimah (Tindak pidana)
1. Jarimah Hudud (hukumannya ditetapkan oleh nash)
Jarimah hudud terbagi dalam 7 jenis yaitu:
a. Zina
Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan diluar nikah. Unsur zina adalah persetubuhan yang diharamkan, dan adanya unsur kesengajaan. Selain zina, liwath (homoseksual) juga diharamkan dan disamakan dengan zina atau bahkan lebih keji dari zina.
Pezina dapat dikategorikan kepada dua jenis, yaitu muhshan dan ghairu muhshan. Muhshan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Hukumannya adalah dera seratus kali dan rajam. Rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempar menggunakan batu atau sejenisnya. Sedangkan ghairu muhshan adalah perzinaan yang dilakukan oleh orang yang belum menikah.Sanksi hukumannya ada dua, yaitu dera seratus kali dan diasingkan selama setahun.
b. Qadzaf (menuduh orang berbuat zina)
Qadzaf adalah menuduh orang berbuat zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Dasarnya adalah “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. 24: 4).
Unsur-unsur tindak pidana qadzaf adalah:
1) Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab
2) Orang yang dituduh adalah muhshan
Hukuman bagi tindak pidana qadzaf terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok adalah dera 80 kali, sedangkan hukuman tambahan adalah tidak diterima kesaksiannya untuk selama-lamanya.
c. Meminum khamar
Meminum minuman keras ini dilarang dalam Islam secara bertahap. Ayat pertama yang melarang adalah surat 2: 219, kemudian surat 4:43, dan terakhir surat 5:90. Hadits yang melarang meminum khamr diantaranya adalah “Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap yang memabukkan adalah haram”.
Abu Hanifah mengatakan bahwa sanksi hukum bagi peminum khamar adalah dera 80 kali. Dasarnya adalah keputusan Khalifah Umar bin Khathab yang kemudian ditetapkan sebagai ijma'. Imam Syafi'I, Malik, dan Ahmad berpendapat hanya 40 kali dera seperti yang dicontohkan oleh nabi dan Abu Bakar. Namun boleh lebih dari itu, dan kelebihannya itu dianggap sebagai hukuman ta'zir.
Alat bukti yang diperlukan adalah saksi, pengakuan dan qarinah. Saksi dibutuhkan sebanyak dua orang yang memenuhi syarat persaksian. Bukti pengakuan cukup satu kali. Sedangkan qarinah adalah bau minum pelaku, mabuknya pelaku, atau pelaku muntah.
d. Mencuri
Pencurian adalah pengambilan harta milik orang lain yang dilakukan secara sembunyi di tempat penyimpanan.
Pencurian yang diberi sanksi hudud adalah jika barang tersebut mencapai nishab pencurian, yaitu seperempat dinar keatas.
Seperti dinyatakan dalam hadits “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali pada pencurian seperempat dinar keatas.” (HR. Ahmad, Muslim, an-Nasa'i, dan Ibnu Majjah).
Hukuman Had tidak berlaku jika harta yang dicuri tidak dimiliki oleh seseorang, seperti menemukan harta terpendam, meski dilakukan secara sembunyi. Orang tua yang mencuri harta anaknya juga tidak dapat diberi sanksi hudud, karena sebagian harta anak menjadi milik orang tuanya. Dasarnya adalah hadits dari Jabir menurut riwayat Ibnu Majjah: “Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”.
Pembuktian untuk tindak pidana pencurian adalah saksi minimal 2 orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua perempuan. Pengakuan yang menurut fuqaha diucapkan dua kali.
Sanksi terhadap jarimah pencurian
1) Mengganti barang yang dicuri (Dhaman)
Menurut Syafi'I dan Ahmad, selain hukuman had, pencuri harus mengganti barang atau mengembalikan barang yang dicuri. Menurut Malik, jika barang yang dicuri itu tidak lagi ada, atau pencuri tidak mampu menhembalikannya, maka cukup dijatuhi hukuman had saja. Abu Hanifah berpendapatbahwa hasil pencurian tak perlu dikembalikan, cukup dengan sanksi hudud saja.
2) Potong tangan
adalah hukuman pokok sebagaimana dalam Qs. 5:38 “Bila satu kali mencuri, dipotong tangan kanan (dari pergelangan), jika diulangi untuk kedua kali, dipotong kaki kiri. Pencurian ketiga kali dipotong tangan kiri, dan pencurian keempat kali dipotong kaki kanan. Jika ia mencuri lagi dipenjara seumur hidup atau sampai ia taubat”.
Dasarnya menurut mayoritas fuqaha adalah hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Abu Hurairah: “Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan), jika ia mencuri lagi potonglah kakinya (yang kiri), jika ia mencuri lagi potonglah tangannya (yang kiri), kemudian apabila ia mencuri lagi potonglah kakinya (yang kanan).”
e. Perampokan
Hirabah ialah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan, membunuh, atau menakut-nakuti.
Senen, 6 desember 2010
Hirabah dapat terjadi dalam dalam keadaan jika:
1) Seseorang atau bebrapa orang mengambil harta menggunakan kekerasan (merampas) dan pelaku hanya melakukan intimidasi
2) Seseorang atau bebrapa orang mengambil harta menggunakan kekerasan, lalu mengambil harta tanpa membunuh
3) Pelaku tidak mengambil harta tetapi hanya melakukan pembunuhan
4) Seseorang atau bebrapa orang mengambil harta menggunakan kekerasan, dan pelaku mengambil harta dan melakukan pembunuhan.
Pelaku hirabah dapat dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu. Ia adalah orang yang baligh dan berakal, baik laki-laki atau wanita. Hanya saja Abu Hanifah berpendapat lain, bahwa pelaku hanya laki-laki yang ditindak hirabah, sedang wanita tidak disebut hirabah sehingga ia tidak dihukum had, hanya di-ta'zir. Harta yang diambil tidakk memiliki batasan minimal.
Ulama sepakat bahwa korban perampokan harus orang yang dijamin keselamatan jiwa dan hartanya oleh islam, yaitu orang Islam dan dzimmy.Sanksi hukum jarimah hirabah adalah:
a) Menakut-nakuti. Menurut Abu Hanifah dan Ahmad hukumannya adalah pengasingan, seperti dalam Qs. 5:33 “Lama pengasingan sampai ia bertaubat”.
b) Mengambil harta tanpa membunuh. Jumhur fuqaha mengatakan dipotong tangan kanan dan kaki kirinya.
c) Membunuh tanpa mengambil haarta. Menurut mayoritas ulama, hukumannya adalah dengan dihukum mati. Sedangkan menurit Ahmad, disamping hukuman mati, pelaku juga harus disalib.
d) Membunuh dan mengambil harta. Mayoritas ulama mengatakan dibunuh dan disalib, tidak dipotong tangan dan kaki. Abu Hanifah berpendapat bahwa hukumannya memiliki tiga alternatif. Pertama, dipotong tangan dan kaki, kemudian dibunuh dan disalib. Kedua, dibunuh saja. Ketiga, disalib kemudian dibunuh.
Sanksi hukum gugur jika pelaku taubat sebelum tertangkap, seperti dalam Qs. 5:34. Namun tetap mengembalikan barang rampasannya. Jika tidak mengambil harta, hanya menganiaya atau membunuh, ia tetap diberi hukuman qishash atau diyat.
f. Pemberontakan
Pemberontakan adalah pembangkangan terhadap kepala negara (imam) dengan menggunakan kekuatan berdasarkan dalih (ta'wil).
Unsur-unsur Bughat (makar) ini adalah:
1) Adanya upaya pembangkangan terhadap kepala negara, yaitu menentangnya, upaya untuk memberhentikannya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban sebagai warganegara. Pembangkangan dapat terjadi terhadap pejabat, seperti menteri, hakim, dan lainnya.
Selasa, 7 desember 2010
2) Makar dilakukan dengan kekuatan. Artinya, pemberontak sudah mewujudkan rencananya dengan melakukan sesuatu.
3) Adanya niat melawan hukum, yaitu terbuktinya unsur kesengajaan pemberontak dalam melakukan aksinya.
Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka pemberontak diberi hukuman mati.
g. Murtad
Riddah adalah orang Islam yang berpaling menjadi kafir baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekafiran ataupun dengan ucapan.
Hadits “Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa menukar agamanya, maka bunuhlah dia” (HR. Bukhari).
Murtad dapat terjadi dengan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan yang diharamkan Islam dengan maksud melecehkan Islam, seperti sujud ke berhala, menginjak dan melecehkan al-Quran. Selain itu, dapat terjadi dengan ucapan, seperti Allah mempunyai anak, mengaku sebagai nabi, dan lainnya. Dengan keyakinan seperti bahwa Muhammad itu pendusta, dan sebagainya.
Hukuman pokok bagi jarimah riddah adalah hukuman mati. Abu Hanifah berpendapat bahwa jika yang murtad itu wanita, dipenjara saja sampai kembali taubat atau mati dalam penjara.
Ulama sepakat bila hukuman pokok gugur karena taubat, ia diberi hukuman pengganti secara ta'zir.
Selain itu, pelaku riddah dapat dikenakan sanksi tambahan, yaitu:
1) Penyitaan harta
Malik, Syafii, dan Ahmad mengatakan bahwa harta si murtad menjadi milik bersama, tidak dapat diwariskan ke ahli waris. Tegasnya, menjadi milik negara dan masuk ke Baitul Mal. Malik mengecualikan zindik dan munafiq, yaitu bahwa hartanya dapat diwarisi oleh ahli waris Islam. Pendapat ini didasarkan kepada tindakan nabi yang mewariskan harta orang munafiq kepada ahli warisnya yang beragama Islam pada saat mereka (orang munafiq) meninggal. Namun pendapat yang kuat dari ketiga mazhab diatas, bahwa riddah semata-mata tidak menghilangkan hak milik dari orang murtad.
Menurut Abu Hanifah, harta si murtad dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam. Hanya harta yang diperoleh selama ia murtad menjadi milik negara.
2) Berkurang kecakapan untuk bertasarruf
3) Orang murtad tidak sah untuk mentasarrufkan hartanya, seperti menjual barang, memberi sesuatu, menggadai sesuatu, dan lainnya.
Jumat, 10 desember 2010
Adapun pembagian jarimah Qishash dan Diat terbagi menjadi:
a. Tindak pidana atas jiwa (pembunuhan)
1) Sengaja
Yaitu suatu pembunuhan dimana seorang mukallaf sengaja membunuh orang lain yang dijamin keselamatannya, dengan menggunakan alat yang menurut dugaan kuat dapat mematikan.
Unsur-unsurnya;
a) Korban yang dibunuh sebelumnya hidup, dan memperole jaminan keselamatan di Negara Islam.
b) Kematian korban adalah akibat dari perbuatan pelaku.
c) Pelaku menghendaki terjadi kematian terhadap korban. Jumhur fuqaha' menilai bahwa niat untuk membunuh korban adalah pembeda dari pembunuhan semi sengaja.
Sanksinya adalah dengan hukuman pokok dan pengganti, dan ditambah dengan hukuman tambahan. Hukuman pokoknya adalah qishash dan kifarat (QS. 4:92) . Hukuman penggantinya adalah diat dan ta'zir. Sedangkan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat.
Hukuman qishash dapat diterapkan bila dipenuhi 4 unsur, yaitu pelaku yang mukallaf, korban adalah orang yang dijamin keselamatannya, perbuatan yang disengaja baik langsung maupun tidak, dan wali dari korban. Menurut Abu Hanifah, wali harus diketahui, namun jumhur tidak mensyaratkannya.
Orang yang berhak melaksanakan qishash adalah ahli waris atau wali korban (Qs.7:33), dan jika korban tidak mempunyai ahli waris, qishash dilaksanakan oleh ulil amri. Ahli waris dari korban boleh memaafkan pelaku namun pelaku tetap dikenakan hukuman diat.
Teknik pelaksanaan qishash menurut Abu Hanifah adalah dengan pedang, meski pembunuhan itu dilakukan dengan cara apapun. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah, Al-Bazzar, Baihaqi, dan Darulquthni dari Nukman bin Basyir, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada qishash kecuali dengan pedang”.
Bila terjadi pemaafan, hukuman qishash diganti dengan diat, yaitu:
a) 30 ekor unta betina umur 3 masuk 4 tahun
b) 30 ekor unta betina umur 4 masuk 5 tahun
c) 40 ekor unta yang sedang hamil
Diat juga bisa diganti dangan harta lain, yaitu: sapi 200 ekor, kambing 2.000 ekor, uang emas 1.000 Dinar, uang perak 12.000 Dirham, dan pakaian 200 stel.
Hukuman kifarat menurut mayoritas ulama tidak dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja, namun Syafi'iyah mengatakan mengatakan untuk tetap dilaksanakan sebagaimana keumuman Qs. 4:92. Kifaratnya adalah memerdekakan hamba sahaya (hukuman pokok), dan bila tidak ada atau tidak mampu, harus berpuasa dua bulan berturut-turut (hukuman pengganti).
Sabtu, 11 desember 2010
Hukuman pengganti yang kedua untuk pembunuhan sengaja adalah ta'zir. Sedangkan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan wasiat.
2) Semi sengaja
Pembunuhan semi sengaja adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul dengan tongkat, cambuk, batu, tangan atau benda lain yang lazimnya tidak mematikan namun kenyataannya korban mati.
Pembunuhan semi sengaja diancam dengan hukuman pokok dan pengganti, dan termasuk hukuman tambahan. Hukuman pokok adalah diat dan kifarat, hukuman pengganti adalah ta'zir, sedangkan hukuman tambahan adalah pencabutan hak waris dan wasiat. Sanksi diat sama dengan pembunuhan sengaja, hanya dapat diangsur selama 3 tahun, sedangkan pada pembunuhan sengaja harus tunai. Sanksi kifarat dan hukuman tambahan sama dengan pada pembunuhan sengaja, juga hukuman ta'zir.
3) Tersalah (tanpa sengaja)
Wahbah Zuhaili mendefinisikan ialah pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum, baik dalam perbuatan maupun objeknya.
Menurut Abdul Qadir Audah, unsur-unsurnya adalah:
a) Adanya perbuatan yang mengakibatkan kematian korban
b) Perbuatan itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian pelaku
c) Antara perbuatan kelalaian dan kematian korban terdapat hubungan sebab akibat.
Hukuman pembunuhan karena kesalahan sanksinya sama dengan hukuman pembunuhan semi sengaja, namun jenis hartanya lebih ringan dari pembunuhan semi sengaja.
Diatnya adalah:
a) 20 ekor unta betina 1-2 tahun
b) 20 ekor unta jantan 1-2 tahun
c) 20 ekor unta betina 2-3 tahun
d) 20 ekor unta betina 3-4 tahun
e) 20 ekor unta betina 4-5 tahun
Dapat diangsur selama 3 tahun oleh ahli waris pelaku. Sanksi kifaratnya sama dengan pembunuhan semi sengaja. Sanksi
Senen, 13 desember 2010
tambahannya adalah pencabutan hak waris dan wasiat tidak disepakati ulama.
b. Tindak pidana selain jiwa
1) Penganiayaan anggota badan
2) Menghilangkan manfaat anggota badan
3) Pelukaan pada bagian muka dan kepala
4) Pelukaan yang meliputi leher, dada, perut hingga batas pinggul
5) Jaifah (tembus kedalam)
6) Ghairu Jaifah (hanya melukai bagian luar)
7) Tindak pidana lain (memukul hingga memar, dan lainnya)
c. indak pidana atas Janin (pengguguran kandungan)
2. Jarimah Ta'zir
Jarimah yang sanksi hukumannya tidak ditentukan dalam nash (al-Qur'an dan Hadits, melainkan ditetapkan oleh pemimpin (ulil amri) atau hakim.
Jarimah ta'zir adalah tindak pidana yang hukumannya diserahkan kepada keputusan ulil amri atau hakim yang ketentuan hukumnya tidak ditentukan oleh al-Qur'an dan Hadits. Pelaksanaan hukuman ta'zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta'zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
Dengan demikian, syari'ah menyerahkan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.
Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i.
Hukuman-hukuman ta'zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman-hukuman ta'zir antara lain: Hukuman mati, hukuman jilid (cambuk), penjara, salib, denda, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli A. 1997. Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam). Jakarta: PT Raja Grafindo.
Ali muhammad ash-shabuni. Pembagian Mawaris Menurut Islam.
Hasan Shaleh H. E. Kajian Fiqih Nabawi & Fiqih Kontemporer
Sulaiman Rasyid. 2009. Fiqih Islam. Bandung: Sinar baru algensindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar