Rabu, 19 Januari 2011

ANALISIS STRUKTURALISME PADA CERITA ANAK DAN PUISI ANAK


ANALISIS STRUKTURALISME PADA CERITA ANAK
DAN PUISI ANAK

Makalah


4









Diajukan Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Teori Apresiasi Sastra
Dosen  Heru Kurniawan, S.Pd.
Oleh
Fadhilah Hasan 092335046




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PURWOKERTO
2011
PENDAHULUAN

Cerita dan puisi merupakan hasil dari karya sastra. Cerita dan puisi tersebut tentunya dibuat berdasarkan hasil imajinasi pengarangnya yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Selanjutnya, cerita anak dan puisi anak juga demikian. Yaitu sebuah karya yang dihasilkan dari hasil imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Kajian strukturalisme antara keduanya hampir sama. Yaitu tentang masalah tema, alur, plot, dan amanat. Akan tetapi antara cerita anak dan puisi anak juga mempunyai perbedaan.
Model pembelajaran cerita anak dan puisi anak khususnya yang di lakukan di sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dalam kajian strukturalisme masih kurang diperhatikan. Kajian strukturalisme karya sastra tersebut hanya menganalisa unsur-unsurnya saja. Tanpa mengkonstruksi usur tersebut. Contohnya seperti menganalisa tema, alur, plot, dan setting dalam karya sastra. Setelah unsur  karya sastra teranalisa, pembelajaran yang dilakukan selanjutnay tidak mengkonstruksi unsur karya sastra tersebut. Hal ini sangat fatal karena kajian strukturalisme karya sastra akan mempunyai makna apabila unsur-unsur karya sastra antara satu dengan yang lain mempunyai hubungan.
Untuk itulah, penulis mencoba untuk mengkaji strukturalisme pada cerita anak dan puisi anak. Di dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang apa yang dimaksud dengan  kajian strukturalime pada cerita anak dan puisi anak. Apa saja unsur-unsur strukturalisme, dan apakah kajian strukturalisme pada sastra anak dan cerita anak itu sama ataukah beda. Perlu diperhaikan bahwa, penulis akan mengkaji strukturalisme cerita anak berjudul ”Apa Gunanya Buah si Kapuk” dan mengkaji strukturalisme puisi anak berjudul ”17 Agustus; Mencari Harta”.
Semoga kajian strukturalisme pada cerita anak dan puisi anak ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca.

ANALISIS STRUKTURALISME PADA CERITA ANAK
DAN PUISI ANAK

A.    TENTANG KAJIAN  STRUKTURALISME PADA PROSA FIKSI
Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti mempunyai struktur yang membangunnya. Karena secara tidak sadar apa segala sesutu tersebut terbentuk bukan dari salah satu unsur saja, melainkan terbentuk dari beberapa unsur yang mempunyai korelasi.
Kutipan Heru Kurniawan dalam terminology  M.H Abras, kajian strukturalisme masuk pada wilayah pendekatan yang berorientasi objektif, yaitu pendekatan yang mengkaji karya sastra secara otonom, melepaskan diri dari berbagai aspek di luar karya sastra, karena dengan unsur-unsur yang ada dalam dirinya, karya sastra bila memaknai dirinya secara otonom. Keotonomian karya sastra ini berangkat dari konsep strukturalisme, yaitu cara berpikir yang menganggap bahwa dunia lebih terbentuk dari hubungan-hubungan antar unsur, yang tiap-tiap unsurnya tidak mempunyai makna dengan sendirinya, dan maknanya di tentukan oleh hubungan dg unsur-unsur lain yang terlibat dalam sebuah situasi (Hawkes, 1976: 17-18).
Contoh nyata dari struktural di dunia ini adalah mobil. Mobil merupakan suatu benda yang terbentuk dari beberapa unsur/bagian. Diantaranya adalah badan mobil, ban mobil, kaca mobil, setir mobil, bahan bakar (bensin), dan lain-lain. Analisis strukturalisme dari contoh mobil tersebut hanya dari dalam mobil saja, bukan dari luar mobil. Artinya kajian strukturalisme mobil dapat dipahami secara jelas dari bagian dalam mobil. Hal itu cukup memberi persepsi bahwa benda itu adalah mobil.
Dalam hal ini, apa yang disebut struktur khakekatnya merupakan suatu konstuksi abstrak yang terdiri dari unsure-unsur saling berhubungan dalam susunan tertentu, yang membentuk sebuah dunia (Kurniawan, 2009: 67).
Selanjutnya analisis bagian-bagian mobil tersebut harus dikorelasikan kembali agar mobil tersebut dapat dikatakan sebagai mobil. Antara bagian-bagian mobil seperti badan mobil, ban mobil, kaca mobil, setir mobil, bahan bakar mobil harus antara satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan. Percuma saja mobil bagus tanpa bahan bakar, mobil tersebut tentunya tidak akan bisa bergerak. Jadi bagian-bagian tersebut harus saling ada hubungan guna kesempurnaan mobil tersebut.
Analisis strukturalisme juga terdapat dalam karya sastra.  kajian strukturalisme pada karya sastra adalah keotonomian struktur yang berelasi. Artinya, kajian strukturalisme berarti kajian yang hanya membahas karya sastra secara otonom, karya sastra harus dimaknai dengan melepaskan dirinya daari aspek-aspek di luarnya dengan menganalisis setiap unsur dalam relasinya dengan unsur-unsur lainya. Kutipan Heru Kurniawan dari Teew (1988: 135 -136) menyatakan bahwa pada prinsipnya analisis struktural ini bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan karya yang menyeluruh. Analisis struktural bukanlah analaisis secara terpisah atau penjumlahan unsur-unsurnya. Yang terpenting dalam kajian structural adalah menganalisis dalam keterpaduan structural yang total keseluruhan makna yang unik, yang terkandung dalam karya sastra, dan tugas dan tujuan analisis structural adalah mengupas sedetail mungkin keseluruhan makna yang terpadu itu (Kurniawan, 2009: 69).
Menurut piaget (Zamair, 2002: 17), konsep struktur ini mempunyai tiga ciri penting (Kurniawan, 2009: 69).
1.      Struktur merupakan totalitas (wholenes).
2.      Struktur dapat mengalami trasformasi (trasformation)
3.      Struktur mempunyai memampuan untuk mengatur dirinya sendiri (self regulation), mempunyai kemampuan otorugulasi.
Dari sinilah, maka strukturalisme manjadi teori sastra yang hadir untuk menjadi karya sastra sebagai usaha untuk memahami dan memaknai karya sastra. Menurut Hartoko (1986: 135 - 136), teori strukturalisme adalah sebuah teori untuk pendekatan terhadap karya sastra yang menekankan keseluruhan reasi antara berbagai unsur karya sastra. Unsur-unsur karya sastra tersebut berdiri sendiri, dan hanya akan memperoleh makna dalam relasi - relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikrotes (kata dan kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait dan bab), maupun intertekstua (karya-karya lain dalam periode yang sama) (Kurniawan, 2009: 69).
Dalam menganalisa struktural karya sastra, unsur-unsur karya sastra seperti tema, alur, plot, dan setting harus mempunyai korelasi agar karya sastra tersebut mempunyai makna. Contoh dari mobil di atas cukup member gambaran kepada kita bahwa apabila salah satu unsur hilang maka suatu benda akan kehilangan maknanya. Sama halnya dengan struktural karya sastra hubungan antara unsur-unsurnya harus jelas.
Umumnya model pengajaran di sekolah-sekolah hanya menganalis unsur-unsur dari karya sastra saja, tidak dilanjutkan dengan penggabungan dari unsur-unsur tersebut. Hal demikian akan berakibat fatal karena karya sastra tersebut akan kehilangan maknanya. Model semacam itu merupakan tahap awal dari analisis karya sastra. Tahap berikutnya yaitu menggabungkan unsur-unsur karya sastra tersebut.
Selanjutnya, pembahasan ini akan mengarah pada apa sajakah unsur-unsur yang mambangun karya sastra itu? Wellek dan warren (1965) menyebutkan bahwa unsure yang membangun karya sastra ada dua: yaitu unsur estetik (intrinsik), yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam diri karya sastra itu sendiri, dan unsur ekstreastetik (ekstrinsik), yaitu unsure yang mambangun karya sastra dari luar. Strukturalisme, dengan demikian, hadir sebagai pendekatan yang mengungkap makna karya sastra berdasarkan pada unsure yang mambangun karya sastra dari dalam (instrinsik). Oleh karena itu, kajian ini membahas pendekatan strukturalisme dalam rangka untuk menganalisis karya sastra, terutama pada pembahasan ini adalah prosa fiksi. Dalam strukturalisme, unsur-unsur pembangun karya sastra (prosa fiksi), menurut Stanton (1964: 11), meliputi fakta cerita (facts), tema (theme), dan sarana cerita (literary device).
Selanjutnya pembahasan ini akan mengarah pada apa sajakah unsur-unsur yang ada dalam karya sastra. Wellek dan werren menyebutkan bahwa unsur-unsur tersebut adalah unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Perlu ditekankan bahwa analisis strukturalisme pada karya sastra adalah yang membahasa unsur instrinsik. Instrinsik yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam diri karya sastra. Menurut Stranton (1964: 11) sebagaimana yang dikutip Heru Kurniawan menyebutkan bahwa unsur yang membangun karya sastra meliputi fakta (facts), cerita tema (theme), dan sarana cerita (literary device).
Unsur pembangun karya sastra
1.   Fakta cerita
Dalam intilah yang lain, fakta cerita sering disebut sebagai struktur faktual (stranton, 1964: 12), yang unsur-unsurnya meliputi: tokoh (characters), alur (plot), dan latar (setting).
a.       Tokoh
Tokoh merupakan suatu unsur yang sentral dalam sebuah karya sastra, khususnya dalam prosa fiksi. Dalam cerita bukan manusia saja yang menjadi tokoh, semua yang ada di duni ini pun bisa menjadi tokoh di dalam cerita. Misalnya kancil, burung, pohon kapuk, dan bunga bisa menjadi tokoh dalam cerita.
Tokoh dalam cerita merunjuk pada individu yang berperan dalam cerita. Jumlah tokoh bervariasi tergantung kapasitas cerita.
Tokoh terbagi menjadi dua; yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Karakter tohoh utama yaitu protagonis dan antagonis. Dan tokoh tambahan berfungsi melengkapi dari kedua tokoh tersebut. Bisa saja tokoh tambahan berkarakter sebagai penengah.
b.      Alur
Menurut Heru Kurniawan Alur merupakan keseluruhan sekuen (begian) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian peristiwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (kausal) dari peristiwa-peristiwa lainnya (stranton, 1964: 14).
Alur memiliki tiga bagian yaitu
1)      Bagian awal
Di bagian ini terdapat eksposisi dan instabilitas.
2)      Bagian tengah
Di bagian ini terdapat konflik.
3)      Bagian akhir
Di bagian ini terdapat klimaks.
c.       Latar
Menurut stranton (1964: 18), latar cerita adalah lingkungan, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa
Latar menyangkut tiga hal:
1)      Latar tempat
2)      Latar waktu
3)      Latar sosial
2.    Tema
Tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar yang terdapat dalam cerita (Heru Kurniawan, 2009: 75 & sayuti, 2000: 187).
3.    Sarana cerita
Sarana cerita merupakan cara-cara yang digunakan pengarang dalam menyeleksi dan menyusun bagian-bagian cerita, sehingga akan terciptanya karya sastra yang bermakna. Tujuannya adlah agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang pengarang; melihat arti fakta cerita sehingga dapat bertukar pendapar tentang pengalaman yang terlukiskan (stanton, 1964: 23).
Sarana cerita dalam cerita anak hanya berfokus pada unsur yang meliputi:
1)      Judul
Judul merupakan hal yang sangat penting, karena orang yang akan membaca karya sasta yang pertama dilakukannya adalah membaca judulnya terlebih dahulu. Karena judul merupakan elemen yang paling dikenali oleh pembaca (Stranton, 1964: 25)
2)      Sudut pandang
Sudut pandang merupakan cara yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dalam sebuah cerita kepada pembaca.
Stranton (1964: 26 - 27) mambagi sudut panang menjadi 4 yaitu;
a)      Aku sebagai tokoh utama
b)      Aku sebagai tokoh bawahan
c)      Ia sebagai pencerita terbatas
d)     Ia sebagai pencerita yang serba tahu



B.     ANALISIS STRUKTURALISME PADA CERITA ANAK
  1. Cerita Anak
Apa Gunanya Buah Si Kapuk?
Sri Widiastuti

Di negeri nommis, ada sebutir benih tumbuh. Benih itu terbawa oleh seekor burung dari negeri yang jauh. Benih itu bernama kapuk. Ia tumbuh semakin hari semakin besar.

Orang-orang negeri nommis heran melihatnya. Mereka bertanya-tanya. “kamu pohon apa?” Di negeri nommis memang tak ada pohon yang seperti itu.

“Aku tidak tahu,” jawab kapuk. Kapuk tumbuh semakin menjulang, lalu berbuah. “Lihat, kamu sudah berbuah!” ujar penduduk negeri nommis.

“Boleh kami mencicipi buahmu?” tanya mereka. Kapuk mengangguk. Lalu salah seorang memanjat dan memetik beberapa buah kapuk.

Beramai-ramai mereka mengupas buah yang memanjang dan berbentuk mirip terong itu. Lalu memakannya. “Uh, rasanya tidak enak!” seru mereka.

Tentu saja kapuk kecewa. “Mungkin buahku tidak enak dimakan dalam keadaan mentah. Coba kalau kalian memasaknya”. Usul kapuk.

Penduduk negeri nommis pun memasak buah-buah kapuk. Pertama direbus tidak enak. Lalu digoreng, masih tidak enak. Kemudian dibakar, tetap saja tidak enak. Kapuk kian sedih mengetahui hal itu.

“Buah pohon ini tidak enak, mungkin karena masih mentah. Kita tunggu saja sampai ia masak di pohon,” usul salah seorang penduduk.

Kapuk ingin sekali membuah orang-orang negeri nommis gembira. Ia berharap saat matang nanti, buahnya enak untuk dimakan. Ia pun jadi rajin menyerap sari-sari makanan dari tanah.

“Buah yang aneh. Semakin lama bukannya berubah semakin kuning atau merah, tapi malah kecoklatan dan mengering,” gumam mereka.

Kapuk tertunduk. Ia kecewa sekali tidak bisa membuat gembira teman-temannya. Padahal mereka sudah baik sekali merawat dirinya. “aku adalah pohon yang tidak berguna,” isaknya.

Disuatu pagi yang berangin, orang-orang negeri nommis terbangun karena bersin-bersin. Rupanya buah pohon kapuk yang telah masak itu pecah. Serat-serat benang yang keluar darinya, membuat hidung mereka geli. Serat-serat itu juga menempel di kulit dan rambut.

Sepanjang hari mereka bersin. Mereka jadi tidak bisa mengerjakan apa-apa. Akhirnya mereka menemui pohon kapuk. “Maafkan kami pohon kapuk. Kamu melihat sendiri, sepanjang hari kami bersin. Itu akibat serat-serat benang yang keluar dari dalam buahmu. Kami terpaksa sepakat untuk mengumpulkan buah-buah itu lalu membuangnya. Apakah engkau setuju?” Tanya Kepala Negeri.

Kapuk yang bersedih itu mengangguk murung. “Maafkan saya, Pak Kepala Negeri. Buah-buah yang saya hasilkan malah membuat kalian susah,” ujarnya.

Penduduk negeri nommis lalu memetik semua buah kapuk. Mereka bekerja dengan susah payah karena sambil bersin bersin. Buah-buah itu dikumpulkan dalam beberapa karung. Karung-karung itu akan di buang dikampung seberang sungai. Yang bertugas untuk membuangnya adalah anak-anak.

Anak-anak negeri nommis beramai-ramai mengangkut karung yang berisi buah kapuk itu. Karena banyak, mereka jadi harus bolak-balik. Ketika karung terakhir elesai diangkut mereka kelelahan.

“Aduh aku lelah sekali. Aku harus istirahat dulu. Nanti saja pulangnya,” keluh Plies lalu tertidur. Mereka bersandar di karung kapuk yang menumpuk. Mereka tertidur nyenyak sekali. Tak terasa malam pun tiba. Orang tua mereka menunggu dengan cemas. Karena belum muncul juga, mereka menyusul anak-anak keseberang sungai. Didapati anak-anak sedang tertidur pulas.

Enak sekali tidur mereka selama ini aku belum pernah tidur senyenyak itu,” ujar Plip iri. Penduduk negeri nommis yang lain berpendapat sama.

“Kalau begitu, kita coba saja tidur seperti mereka,” usul oleh Ollest. Mereka lalu pun bersandar disamping anak-anak. Tak berapa lama mereka langsung mendengkur, tanda tertidur.

Paginya pohon kapuk terkejut. Karung-karung yang berisi buah-buahnya di bawa kembali.

“Sekarang kami sudah tahu apa manfaat buahmu. Ternyata buahmu itu bisa membuah kami bisa tertidur dengan nyaman. Makanya kami tidak jadi membuangnya,” jelas Kepala Negeri. Kapuk bahagia mendengarnya. Ia pun berbuah terus, terus, dan teruuus. Sampai sekarang ini.
  1. Analisis unsur pembangun karya sastra
a.       Fakta Cerita
1)      Tokoh
Tokoh yang terdapat dalam cerita di atas adalah; 1) si kapuk, penduduk negeri nommis, 2) kepala negeri, 3) Plies, 4) Plip iri.
2)      Alur
Alur dalam cerita di atas  memiliki tiga bagian yaitu;
a)      Bagian awal
Di bagian ini terdapat eksposisi dan instabilitas. yaitu cerita yang mengawali sebuah konflik. ”Di negeri nommis, ada sebutir benih tumbuh. Benih itu terbawa oleh seekor burung dari negeri yang jauh. Benih itu bernama kapuk. Ia tumbuh semakin hari semakin besar”.
Kejadian tersebut merupakan langkah awal dari cerita “apa gunanya si kapuk”.

b)      Bagian tengah
Di bagian ini terdapat konflik. Konflik di sini adalah;
(1)   Buah kapuk yang tidak enak berakibat penduduk negeri nommis berusaha mencari cara agar buah kapuk tersebut enak dimakan. Cara yang dilakukan penduduk negeri nomis agar buah kapuk terebut enak di makan adalah dengan menggoreng, merebus, menumis. Akan tetapi cara-cara tersebut tidak berhasil.
(2)   Buah kapuk yang sudah masak kemudian pecah berakibat penduduk negeri nomis bersin-bersin karena buah kapuk tersebut mengeluarkan serat-serat yang mengakibatkan hidung [enduduk negeri nommis terasa gatal.
4)      Bagian akhir
Di bagian ini terdapat klimaks. Akibat dari penduduk nommis yang bersin-bersin sehingga kepala negeri memerintahkan penduduknya untuk mengumpulkan buah kapuk. Petugas yang membawakarung kapuk tersebut adalah anak-anak.
Karung kapuk terebut akan dibuang ke seberang sungai. Anak-anak terebut kecapaian dan kemudian tertidur di tumpukan karung-karung kapuk. Orang tua anak-anak tersebut meraca cemas karena anak-anak mereka tidak juga pulang. Akhirnya mereka menyusul dan kemudian mendapati anak-anak mereka sedang tertidur pulas di tumpukan karung kapuk. Klimaks dari cerita ini adalah mereka menyadari akan manfaat atau guna dari buah si kapuk.
3)      Latar
Analisi latar bisa berupa latar tempat, waktu, dan sosial.
Penulis hanya akan membahas latar tempat. Cerita ”apa gunanya si kapuk” berlatar di negeri nommis. Seperti pada cerita ”Di negeri nommis, ada sebutir benih tumbuh. Benih itu terbawa oleh seekor burung dari negeri yang jauh……”
b.      Tema
Tema cerita di atas adalah buah kapuk yang tidak di ketahui manfaatnya.
c.       Sarana cerita
Sarana cerita dalam cerita anak hanya berfokus pada unsur yang meliputi;
(1)   Judul
Judul dari cerita di atas adalah ”apa gunanya si kapuk”. Sama seperti temanya bahwa cerita ini menceritakan buah kapuk yang tidak diketahui akan manfaatnya ataupun kegunaanya.
(2)   Sudut pandang
Sudut pandang dalam cerita di atas adalah ia sebagai pencerita yang serba tahu.

C.     TENTANG KAJIAN STRUKTURALISME PADA PUISI ANAK
Secara substansi, struktur karya fiksi sama dengan puisi. Hanya ada beberapa hal yang berbeda misalnya ada irama, aspek bunyi, dan tipografi yang kuat yangmelekat pada puisi. Sedangkan pada fiksi aspek itu tidak kuat melekat. Sekalipun tidak menutup kemungkinan ada, struktur keduanya tetap ada. Sekalipun ada persamaan struktur antara puisi dan fiksi; yaitu tema, nada, bahasa, dan gaya (kurniawan, 2009: 93).
Adapun unsur terdapat dalam puisi adalah truktural fisiknya, meliputi: diksi, irama, dan imaji. Dan struktur batinnya meliputi tema dan amanat. 
1.      Diksi
Pemilihan kata dalam puisi menjadi objek yang fital. Karena puisi terbentuk dari kata-kata. Kata-kata dalam puisi harus mengandung makna estetis.
2.    Bunyi
Puisi anak biasanya berkaitan dengan permainan bunyi sebagai sarana untuk menciptakan keindahan puisi. Selain karena anak menyukai bunyi yang merdu, puisi adalah rangkaian dari kata-kata yang enak (merdu) untuk didengarkan. Artinya, pemilihan kata dalam puisi, selain untuk keperluan makna, juga diperdayakan untuk keperluan esteti, terutama bunyi (kurniawan, 2009: 95).
Efek bunyi dalam puisi biasanya menimbulkan dua kesan: (1) kesan merdu yang disebut efoni, yaitu kombinasi bunyi dalam puisi yang indah; (2) kesan bunyi yang tidak merdu yang disebut kakafoni, yaitu kombinasi bunyi dalam puisi yang berdada parau dan sedih. Kombinasi bunyi yang merdu ini bernada bunyi-bunyi vocal (asonasi) (a, I, u, e, o), sedangkan kombinasi bunyi yang bernada tidak merdu biasanya bernda bunyi-bunyi konsonan (aliterasi), seperti (k, p, t, s). kedua efek bunyi tersebut, hadir dalam puisi sebagai sarana untuk menyampaikan suasana sabagai bagian makna yang ingin disampaikan pada pembaca.
3.    Tema
Tema pada puisi ini berhubungan dengan makna pengalaman hidup, yaitu pengalaman hidup yang terjadi saat penyair menuliskan puisi. Dalam kehidupan anak, pengalaman hidup yang menggerakan untuk menulis puisi berkaitan denangan kesedihan, kegembiraan, keterpukauan, dan keprihatinan. Oleh karena itu, tema dalam puisi anak pun akan berketut dari persoalan tersebut.
4.      Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair (anak) untuk menciptakanpuisi. Waluyo (1987) mengatakan bahwa amanat itu tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan (jabrohim, 2003: 67). Amanat dalam puisi anak berkaitan dengan pesan-pesan, yang berupa nilai-nilai moral yang terdapat dalam puisi.
Selain tema dan amanat, aspek yang lain yang penting dalam puisi anak adalah suasana. Menurut jabrohim (2003: 66-67), suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi.

D.    ANALISIS STRUKTURALISME PADA PUISI ANAK

17 AGUSTUS; MENCARI HATTA

Pagi
Berhadap-hadapan dengan bendera
aku mencari merah putih dalam jiwa

Siang
Di mana aku, di mana merah putih?
Engkaukah yang berkibaran di jalan-jalan
atau hanya kain usang dan baru
yang merana kehilangan jiwa?

Senja
Kutemukan merah putih
tersedu di sudut negeri
tertimbun ranting-ranting sejarah
yang patah

Malam
Mimpi-mimpi berkecamuk
merah putih masih merayap gelisah
mencari hatta dalam jiwa duaratus kita

karya Abdurahman Faiz
Siswa Kelas IV SDIF Alfikri
Agustus 2005

Judul pada puisi “17 Agustus Mencari Hatta” merupakan sebuah gambaran dimana dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang semakin lama semakin menipis semangat kemerdekaannya. Judul tersebut tentunya di ambil dari tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945.
Isi dari bait-bait puisi tersebut adalah;
Bait I
Pagi
Behadap-hadapan dengan bendera
aku mencari merah putih dalam jiwa
Komposisi bunyi puisi pada bait I menggunakan bunyi yang bernada semangat, yaitu mengkombinasikan bunyi kakofani: i, a yang terdapat pada kata pagi, mencari, bendera, merah putih, jiwa. Semuanya mengisyaratkan bunyi yang gembira/semangat.
Kata pagi dalam bait I bermakna suatu suasana yang masih segar dan indah. Kemudian kata “berhadap-hadapan dengan bendera” adalah situasi dimana pada hari kemerdekaan ada bebrapa bendera yang terpasang di jalan-jalan. Kata “aku mencari merah putih dalam jiwa” bermakna apakah ada seseorang yang masih memiliki semangat kemerdekaan.
Bait II
Siang
Di mana aku, di mana merah putih?
Engkaukah yang berkibaran di jalan-jalan
atau hanya kain usang dan baru
yang merana kehilangan jiwa?
Bait ini menggambarkan suasan keprihatinan. Suasana tersebut ditandai dengan kombinasi bernada parau. Seperti kata dimana, kain using, merana. Yaitu dengan kombinasi aliterasi: a, ng. meskipun ada sebagian huruf vokal seperti aku dan baru, akan tetapi huruf vokal tersebut tersisih oleh kata dimana, kain using, merana, dan kehilangan jiwa, yang semuanya itu menggambarkan suasana perihatin/sedih.
Bait III
Senja
Kutemukan merah putih
tersedu di sudut negeri
tertimbun ranting-ranting sejarah
yang patah
Bait ini bernuansa semangat, seperti pada kata “ku temukan merah putih”. Akan tetapi pada sajak nerikutnya “tersedu di sudut negeri” sangat ironi sekali dengan sajak sebelumnya. Antara sedih an gembira, tulah sasana pada bait ini.
Bait IV
Malam
Mimpi-mimpi berkecamuk
merah putih masih merayap gelisah
mencari hatta dalam jiwa duaratus kita
Seperti yang sudah dijelaskan pada bait-bait sebelumnya, puisi ini cederung bernuansa sedih. Bait ini IV pun demikian, malam yang cenerung gelap adalah suasana yang tidak menyenangkan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang merdeka sejak 17 agustus 1945. Akan tetapi dalam mengisi kemerdekaan tersebut bangsa Indonesia masih kurang. Misalnya saja pemuda Indonesia acuh tak acuh dalam menyambut kemerdekaan tersebut.
Tema dalam puisi ini adalah kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan amanat dalam puisi ini adalah kita harus mengisi semangat kemerdekaan dalam acara 17 Agustus pada setiap tahun.
Amanat yang terkandung dalam puisi tersebut adalah jikalau ada suatu perayaan hari kemerdekaan Indonesia, kita harus bersungguh-sungguh mengisi alam kemerdekaan tersebut. Karena nenek moyang kita telah berusaha dan berkerja keras mengorbankan jiwa raga dan harta mereka demi semuah kata “merdeka”.













DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak (dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kratif). Yogyakarta. Graham ilmu.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar